Ilustrasi hewan qurban. Foto: Dayah Nihayatul Muhtaj |
Qurban merupakan sebuah kegiatan dimana umat islam yang
berkecukupan dan merasa dirinya mampu dapat mengurbankan hewan-hewan yang
termasuk dalam golongan boleh di-qurbankan, dan diselenggarakan setahun sekali,
yakni hanya pada Idul ‘Adha atau bulan haji saja. Kemeriahan penyembelihan
hewan qurban sontak pasti jadi sorotan setiap warga, mulai dari anak kecil
hingga orang dewasa yang menjadi panitia penyembelihan.
Saya yang sudah dapat dikatakan bukan anak kecil lagi ini
tetap senang melihat aksi penyembelihan. Kalau dulu sih karena senang melihat
aksi orang dewasa dalam merubuhkan hewan-hewan tersebut. Tapi kalau sekarang, saya
senang dapat mengamati bagaimana orang-orang menggambarkan Idul ‘Adha itu sendiri.
Namun dibalik itu, tetap ada banyak orang yang menggambarkan saya baik dengan
verbal maupun non verbal jika saya ini seperti anak kecil.
“Kaya anak kecil aja lu zi liat-liat begituan.”
Beruntungnya, menurut saya, semakin tinggi seseorag mengeyam
bangku pendidikan, maka semakin tinggi juga pola pemikirannya. Namun saya tidak
menyalahkan atau membenarkan jika hal tersebut adalah pasti. Tetapi saya juga
memiliki pandangan jika hal itu benar terjadi dalam diri saya.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, tibalah Idul ‘Adha pada
tahun ini, dan saya tetap bersikukuh untuk dapat melihat kegiatan penyembelihan
di masjid-masjid sekitar rumah. Tidak ada kejanggalan yang aneh dan terkesan
sangat buruk secara universal dalam konteks ini. Namun saya akan tetap mencoba
memaparkan opini mengenai kegiatan penyembelihan hewan qurban berdasarkan apa
yang lihat secara nyata dengan mata kepala saya sendiri. Yuk disimak!
Hak Asasi Hewan
Menurut saya ini merupakan hal yang paling mendasar dalam
kegiatan penyembelihan hewan qurban. Layaknya manusia, hewan juga merupakan
makhluk hidup yang memiliki hak-hak. Terlebih dalam kegiatan ini mereka sedang diistimewakan.
Namun, selama saya menyaksikan penyembelihan hewan qurban di
dua masjid dekat rumah saya, para panitia penyembelihan ini sama sekali tidak
mengidahkan hak-hak tersebut. Hak-hak hewan yang saya dapat jabarkan memang
tidak ada paham secara spesifik seperti ‘ada di ayat mana?’, ‘siapa yang
mengatakannya?’, dan sebagainya.
Hak-hak ini hanya berlandaskan pada pengalaman saya semata.
1. Hak Tidak Melihat Penyembelihan
Sejak kecil hingga beranjak
remaja, saat saya melihat penyembelihan hewan qurban, pasti panitia selalu
melakukan penyembelihan jauh dari hewan-hewan yang masih hidup. Sewaktu-waktu
saya sempat bertanya mengapa demikian? Selontar jawaban yang menurut saya
memang logis hingga kini ialah “jika hewan yang masih hidup melihat temannya
meninggal karena lehernya dipotong di depan mata kepalanya, maka hewan tersebut
akan takut, stress, dan gelisah.”
Tidak pernah terbayangkan sebelumnya
oleh saya, jika menjauhi hewan-hewan yang masih hidup dari yang sudah
disembelih adalah sebuah kegiatan yang memiliki tujuan mulia seperti itu.
Bahkan, ada waktu dimana seekor sapi ditutupi matanya agar tidak melihat proses
penyembelihan tersebut.
Sayangnya, dewasa ini banyak
tempat-tempat penyembelihan yang justru mempertontonkan aksinya di depan hewan
qurban yang masih hidup. Hasilnya, di dua masjid yang saya kunjungi ialah mengibaratkan
hewan qurban seperti antrian thb (tiket kereta), di mana sang hewan dapat
melihat tujuan akhir dari penumpang lain. Betapa kaget saya melihat kejanggalan
yang satu ini. Pasalnya, jawaban terdahulu memang benar terjadi. Hewan-hewan
yang melihat sontak teriak saat masuk dalam urutan penyembelihan. Mereka
gelisah, tak bisa diam, berteriak, bahkan menangis.
Kemudian, dimana kah belas kasih
kita sebagai manusia?
Jika ada manusia meninggal di
depan mata kepala kita saja, kita teriak dan cemas bahkan trauma. Lalu
bagaimana dengan hewan? Tidak pernah terpikirkan, bukan?
Bersambung...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar